Rencana Pemerintah untuk melakukan konversi BBM bagi masyarakat umum menjadi BBG memancing perhatian publik. Ada sebagian kalangan yang menyetujui konversi tersebut dengan alasan akan mengurangi beban subsidi APBN 2012, sebagian kalangan menolak ide konversi tersebut karena dianggap merepotkan dan penuh dengan kelemahan mengingat tempo waktu pelaksanaan yang cenderung tergesa-gesa. Terlepas dari pro-kontra mengenai usulan konversi tersebut, masalah krusial yang harus kita pikirkan bersama adalah beban subsidi BBM yang ditanggung oleh Pemerintah pada APBN 2012.
Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, seperti dikutip dari okezone.com, subsidi BBM dan elpiji 3 kilogram ditetapkan sebesar Rp 123,559 triliun. Nilai subsidi tersebut dengan asumsi harga minyak ICP adalah sebesar $90/barel, sementara kondisi saat ini harga minyak ICP sudah mencapai sebesar $110/barel. Kondisi ini tentunya akan mengakibatkan nilai subsidi pasti membengkak apabila Pemerintah tetap mempertahankan harga BBM seperti saat ini. Seyogyanya nilai subsidi BBM yang besar tersebut dapat dialihkan kepada belanja lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Selama ini salah satu hambatan bagi pengembangan perekonomian Indonesia adalah kondisi infrastruktur yang buruk. Pada APBN 2012, pemerintah hanya mampu menganggarkan sebesar Rp 55,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur transportasi. Apabila pemerintah konsisten untuk memberdayakan masyarakat miskin, maka seyogyanya besaran subsidi BBM tersebut dapat dialihkan sebagian untuk membangun infrastruktur jalan sehingga mampu mendorong pertumbuhan perekonomian yang lebih tinggi lagi. Pembangunan infrastruktur fisik akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan, menggerakkan perekonomian lokal, meningkatkan daya tarik investasi, dll. Diharapkan kedepannya pemerintah dapat melakukan pengalihan subsidi BBM untuk belanja modal yang lebih bermanfaat bagi pengembangan perekonomian Indonesia.